Rabu, 18 Februari 2015

Belajar dari kepemimpinan ahok

Bangsa kita dilanda oleh kelangkaan pemimpin yang berkualitas. Akibatnya kita diperhadapkan pada banyak masalah yang tidak terselesaikan yang mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara. Misalnya ketidakmampuan mengontrol harga kebutuhan masyarakat sehingga daya beli masyarakat semakin berat, pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia yang masih terus terjadi, krisis lingkungan dan krisis energi, tragedi pengangguran dan konflik hubungan industrial yang tak kunjung terselesaikan, letupan kekerasan antar kelompok yang tidak terduga-duga, rasa aman masyarakat yang terancam setiap waktu, korupsi yang telah mengakar kuat seolah telah menjadi budaya, pelecehan terhadap hukum dan konstitusi, penyalagunaan dan perdagangan narkoba yang semakin mengkuatirkan, dll.
Banyak orang yang mengetahui dan memperingatkan tentang masalah ini tetapi hanya sedikit yang menawarkan cara-cara penanggulangannya. Perencanaan, pengetahuan dan teknik kita berlebihan tetapi yang kurang adalah kearifan dan hikmat dalam eksekusi. Akibatnya masyarakat menjadi skeptik, teralienasi dan panik. Rakyat ibarat ‘domba tanpa gembala’, sementara pemimpin kita kebanyakan tampil seperti ‘si buta yang menuntun orang buta’.
Di semua bidang terjadi krisis kepemimpinan yang tidak tanggung-tanggung. Bukan hanya pemimpin politik dan bisnis tetapi juga melanda institusi agama. Mereka terjebak dalam degradasi moral yang sangat dalam. Mereka seakan tak bisa lagi membedakan antara tangan kiri dan tangan kanan. Berjalan tanpa panduan selain mementingkan diri sendiri.
Adalah Bennie E. Goodwin mengungkapkan bahwa penyebab terjadinya krisis kepemimpinan di dunia ini karena, ‘banyak pemimpin yang hanya dilahirkan tetapi sedikit yang digembleng’. Sementara hal senada diungkapkan  Shakespeare bahwa, ‘Banyak pemimpin yang besar karena warisan/dilahirkan besar sedangkan pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang memiliki intelek, watak dan kepribadian yang kuat sebagai bawahan. Artinya pemimpin yang memadukan antara kualitas alami dan kualitas spritual’.
Basuki Tjahaja Purnama atau yang akrab disapa Ahok atau Zhong Wan Xie, hadir memberikan angin segar di tengah krisis kepemimpinan yang melanda bangsa ini. Ia tidak memilih pasrah, menunggu keadaan membaik dengan sendirinya melainkan mengambil inisiatif. Ia mengambil prakarsa membuka jalan yang dapat diikuti oleh orang lain untuk mengubah Indonesia menjadi lebih baik. Walaupun di awal kehadirannya dipandang sebelah mata tetapi perlahan ia menunjukkan kinerja dan pengabdian yang tidak tanggung-tanggung, membuat mata kita terbelalak dengan kagum.
Dalam diri Ahok tercermin kepemimpinan yang memiliki visi jauh ke depan untuk merubah Indonesia lebih baik dan lebih bermartabat. Ia mengejarnya dengan dedikasi yang tinggi, kerja keras, disiplin dan ketekunan sebagai wujud pengabdiannya untuk bangsanya. Walaupun banyak tantangan yang dihadapinya tetapi ia maju tanpa kegentaran.
Ahok juga adalah pemimpin yang tidak mudah dilunakkan selain demi kepentingan kebenaran. Ia berdiri di semua golongan, menegakkan konstitusi, tidak diperbudak oleh uang dan menghargai atasannya.
Ahok berani tampil ‘marah’ di tengah apatisme dan kepasrahan rakyat kecil atas perilaku buruk pemimpinnya. Ia dengan berani menolak dengan mentah-mentah  semua hal yang tidak boleh diaminkan. Menentang hal-hal yang tidak benar tanpa kompromi. Ia meluapkan amarahnya dengan bertindak secara positif untuk memperbaiki hal-hal yang menimbulkan amarah kita. Yang hanya sering kita protes dalam kebisuan dan pesimisme.
Mengutip ungkapan George F. Will pada bulan Desember 1981, sesudah pengumuman darurat di Polandia yang mengatakan ‘Amarah kita meluap justru karena ketiadaan amarah orang-orang. Tetapi amarah sejati yang memprovokasi kita untuk bertindak secara positif’. Itulah yang dilakukan oleh Ahok yang marah dengan ‘jurus mabuknya’ sebagaimana sebutan banyak orang demi kepentingan rakyat, bangsa dan Negara. Ia ‘marah’ di tengah bangsa yang tidak banyak yang berani ‘marah’.
Akhirnya kita perlu belajar dari cara  Ahok memimpin. Memimpin tanpa pamrih menempuh jalan penuh resiko, menegakkan kebenaran, tanpa tedeng aling-aling melayani rakyatnya. Semoga yang Maha Kuasa senantiasa memeberikan kekuatan dan semangat yang selalu baru, sehingga Ahok mengakhiri ‘pertandingan’ dengan baik dan mencapai garis akhir. Sukses selalu.

Advertise