Bangsa
kita dilanda oleh kelangkaan pemimpin yang berkualitas. Akibatnya kita
diperhadapkan pada banyak masalah yang tidak terselesaikan yang mengancam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Misalnya ketidakmampuan mengontrol harga
kebutuhan masyarakat sehingga daya beli masyarakat semakin berat, pelanggaran
terhadap hak-hak asasi manusia yang masih terus terjadi, krisis lingkungan dan
krisis energi, tragedi pengangguran dan konflik hubungan industrial yang tak
kunjung terselesaikan, letupan kekerasan antar kelompok yang tidak
terduga-duga, rasa aman masyarakat yang terancam setiap waktu, korupsi yang
telah mengakar kuat seolah telah menjadi budaya, pelecehan terhadap hukum dan
konstitusi, penyalagunaan dan perdagangan narkoba yang semakin mengkuatirkan, dll.
Banyak
orang yang mengetahui dan memperingatkan tentang masalah ini tetapi hanya
sedikit yang menawarkan cara-cara penanggulangannya. Perencanaan, pengetahuan
dan teknik kita berlebihan tetapi yang kurang adalah kearifan dan hikmat dalam
eksekusi. Akibatnya masyarakat menjadi skeptik, teralienasi dan panik. Rakyat
ibarat ‘domba tanpa gembala’, sementara pemimpin kita kebanyakan tampil seperti
‘si buta yang menuntun orang buta’.
Di
semua bidang terjadi krisis kepemimpinan yang tidak tanggung-tanggung. Bukan
hanya pemimpin politik dan bisnis tetapi juga melanda institusi agama. Mereka
terjebak dalam degradasi moral yang sangat dalam. Mereka seakan tak bisa lagi
membedakan antara tangan kiri dan tangan kanan. Berjalan tanpa panduan selain
mementingkan diri sendiri.
Adalah
Bennie E. Goodwin mengungkapkan bahwa penyebab terjadinya krisis kepemimpinan
di dunia ini karena, ‘banyak pemimpin yang hanya dilahirkan tetapi sedikit yang
digembleng’. Sementara hal senada diungkapkan Shakespeare bahwa, ‘Banyak
pemimpin yang besar karena warisan/dilahirkan besar sedangkan pemimpin yang
efektif adalah pemimpin yang memiliki intelek, watak dan kepribadian yang kuat
sebagai bawahan. Artinya pemimpin yang memadukan antara kualitas alami dan
kualitas spritual’.
Basuki
Tjahaja Purnama atau yang akrab disapa Ahok atau Zhong Wan Xie, hadir
memberikan angin segar di tengah krisis kepemimpinan yang melanda bangsa ini.
Ia tidak memilih pasrah, menunggu keadaan membaik dengan sendirinya melainkan
mengambil inisiatif. Ia mengambil prakarsa membuka jalan yang dapat diikuti
oleh orang lain untuk mengubah Indonesia menjadi lebih baik. Walaupun di
awal kehadirannya dipandang sebelah mata tetapi perlahan ia menunjukkan
kinerja dan pengabdian yang tidak tanggung-tanggung, membuat mata kita terbelalak
dengan kagum.
Dalam
diri Ahok tercermin kepemimpinan yang memiliki visi jauh ke depan untuk merubah
Indonesia lebih baik dan lebih bermartabat. Ia mengejarnya dengan dedikasi yang
tinggi, kerja keras, disiplin dan ketekunan sebagai wujud pengabdiannya untuk
bangsanya. Walaupun banyak tantangan yang dihadapinya tetapi ia maju tanpa
kegentaran.
Ahok
juga adalah pemimpin yang tidak mudah dilunakkan selain demi kepentingan
kebenaran. Ia berdiri di semua golongan, menegakkan konstitusi, tidak diperbudak
oleh uang dan menghargai atasannya.
Ahok
berani tampil ‘marah’ di tengah apatisme dan kepasrahan rakyat kecil atas
perilaku buruk pemimpinnya. Ia dengan berani menolak dengan mentah-mentah
semua hal yang tidak boleh diaminkan. Menentang hal-hal yang tidak benar
tanpa kompromi. Ia meluapkan amarahnya dengan bertindak secara positif untuk
memperbaiki hal-hal yang menimbulkan amarah kita. Yang hanya sering kita protes
dalam kebisuan dan pesimisme.
Mengutip
ungkapan George F. Will pada bulan Desember 1981, sesudah pengumuman darurat di
Polandia yang mengatakan ‘Amarah kita meluap justru karena ketiadaan amarah
orang-orang. Tetapi amarah sejati yang memprovokasi kita untuk bertindak secara
positif’. Itulah yang dilakukan oleh Ahok yang marah dengan ‘jurus mabuknya’
sebagaimana sebutan banyak orang demi kepentingan rakyat, bangsa dan Negara. Ia
‘marah’ di tengah bangsa yang tidak banyak yang berani ‘marah’.
Akhirnya kita perlu belajar
dari cara Ahok memimpin. Memimpin tanpa pamrih menempuh jalan penuh
resiko, menegakkan kebenaran, tanpa tedeng aling-aling melayani rakyatnya.
Semoga yang Maha Kuasa senantiasa memeberikan kekuatan dan semangat yang selalu
baru, sehingga Ahok mengakhiri ‘pertandingan’ dengan baik dan mencapai garis
akhir. Sukses selalu.